MODEL-MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF
I. PENDAHULUAN
A. Rasional
Dalam
pelaksanaan Kurikulum 2004 yang berbasis kompetensi, guru dituntut memiliki
kompetensi terutama dalam mengelola proses pembelajaran (PBM), karena itu untuk
dapat mengantarkan siswa mencapai kompetensi yang diharapkan, guru harus mampu
merancang dan mengelola kegiatan pembelajaran yang efektif.
Menurut
Direktorat Tenaga Kependidikan (Ditendik), kompetensi guru ada tiga, yaitu :
(1) Penguasaan akademik, (2) Pengelolaan pembelajaran, dan (3) Pengembangan
profesi.
Sehubungan
dengan ketiga kompetensi guru tersebut, kondisi di lapang-an saat ini
menunjukkan, bahwa kompetensi guru belum merata dan bervariasi pada semua
jenjang dan tingkat sekolah. Akibatnya, tingkat efektivitas dan ketercapaian
tujuan proses pembelajaran siswa bervariasi pula.
Dalam
proses pembelajaran, guru berperan sebagai fasilitator harus memahami
teori-teori belajar, teori-teori pedagogik dan teknik-teknik
pembela-jaran. Sehingga guru mampu
merancang dan melaksanakan PBM secara efektif dan efisien, interaktif dan
menyenangkan.
Metode dan strategi pembelajaran
telah berkembang dengan pesat dan revolusioner untuk menjawab tantangan dan
mengantisipasi tuntutan perkem-bangan sosial, ekonomi dan teknologi informasi
yang telah meng-global.
Paradigma guru sebagai knowledge
transformator telah bergeser men-jadi knowledge facilitator.
Konsekuensi dari perubahan paradigma tersebut, maka guru perlu memperkaya
pengetahuan dan meningkatkan keterampilan-nya, terutama dalam metode dan
strategi pembelajaran. Di samping faktor kesiapan siswa, keterbatasan kompetensi guru dalam
pengelolaan pembelajaran, merupakan salah satu faktor penyebab siswa tidak
mampu mencapai kompetensi secara optimal.
Model belajar secara kelompok, telah
menjadi salah satu pilihan guru dalam mengelola pembelajaran. Namun dalam
penerapannya, pengarahan guru kurang jelas dan memadai, keterbatasan sumber dan
bahan belajar, kesiapan siswa serta pengaturan kelas (setting) juga
menjadi penyebab PBM kurang efektif.
Model
pembelajaran Cooperative Learning (CL) dengan berbagai tipe sangat menarik
perhatian para guru dan para instruktur di sekolah dan tempat-tempat pelatihan,
karena model CL memiliki banyak kelebihan dibanding model-model pembelajaran yang telah dikenal sebelumnya. Model CL
berbasis ‘ kerja-sama ‘ antar individu dalam kelompok dan ‘ saling
ketergantungan ‘ antar anggota kelompok selaras dengan konsep pendidikan UNESCO
yang dikenal dengan Empat Pilar Pendidikan. Salah satu pilarnya menyebutkan “ How
learn to live together “.
Model pembelajaran CL dengan berbagai
tipe dikembangkan berlandas-kan teori belajar Constructivism
(Konstruktivisme). Konstruktivisme merupakan landasan
berpikir (filosofis) pendekatan konsep dalam pembelajaran. Menurut teori
belajar ini, pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang
hasilnya diperoleh melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak datang
sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta, konsep atau kaidah
yang siap untuk diambil dan diingat, melainkan manusia harus mengkon-struksi
pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Model CL juga
dapat memberikan pengalaman belajar dan kecakapan hidup (life skill),
karena terbukti mampu meningkatkan kemampuan kognitif siswa secara individu dan
membangun kerjasama antar anggota dalam kelom-pok. Pengalaman belajar menggali
informasi dan mengolah informasi secara mandiri dapat menanamkan kebiasaan
siswa membaca atau mencari informasi dari berbagai sumber belajar, tidak
bergantung pada guru dan tidak menggang-gap guru sebagai satu-satunya sumber
belajar.
B. Tujuan
Pembahasan model pembelajaran Cooperative
Learning sebagai model pembelajaran alternatif dalam konteks inovasi
pembelajaran dengan tujuan :
1. Menambah wawasan guru tentang model-model pembelajaran yang tengah
berkembang saat ini dalam rangka pelaksanaan Kurikulum 2004
2. Meningkatkan kompetensi guru dalam pengelolaan pembelajaran
3. Memotivasi guru dalam memfasilitasi dan mengelola pembelajaran yang
efektif
C. Pengertian
Apakah model Cooperative Learning ?
CL adalah model pembelajaran bersama-sama dalam suatu kelompok
dengan jumlah anggota antara tiga sampai lima orang siswa. Para anggota
bekerjasama dan saling membantu dalam menyelesaikan tugas yang telah diberikan
guru.
Menurut Kagan, terdapat empat prinsip dasar model CL, yakni:(1)
Inter-aksi yang simultan; (2) Saling ketergantungan antar anggota ; (3) Tiap
individu memiliki tanggungjawab terhadap kelompok ; dan (4) Peranserta anggota
yang seimbang.
Menurut pendapat Slavin, model CL meliputi
tiga konsep utama yaitu :
(1)
Pengakuan
kelompok (Team recognition); (2) Tanggungjawab individu; dan (3)
Keseimbangan peluang untuk meraih sukses bersama
Sedangkan menurut Johnson, model CL
terdapat lima prinsip dasar, terdiri : (1) Menumbuhkan semangat saling
ketergantungan; (2) Tanggung-jawab individual; (3) Bekerja dalam kelompok (group
processing); (4) Tumbuh kecakapan sosial dan bekerjasama; dan (5) Terjadi
interaksi antar anggota secara langsung.
Apakah manfaat
model CL ?
Bagi sekolah, manfaatnya adalah: (1)
Pengembangan kognitif dan afektif siswa; (2) Membina hubungan baik antar agama,
ras maupun etnik; dan (3) Tercapainya keseimbangan dalam pendidikan
Bagi siswa, model CL bermanfaat untuk : (1)
mengembangkan kemam-puan akademik dan (2) Mengembangkan kecakapan pribadi dan
sosial.
Bagi bangsa, model CL bermanfaat untuk menumbuhkan visi
kene-garaan. dan nasionalisme
Bagaimana melaksanakan model CL ?
Pelaksanaan
model CL, diperlukan interaksi antar siswa,. Oleh sebab itu, dalam
menyelesaikan tugas dari guru, para siswa
perlu berdiskusi, terma-suk mengemukakan pendapatnya yang dapat dipahami
oleh anggota lainnya, sehingga anggota tersebut dapat meningkatkan kemampuan
intelektualnya. Dalam hal ini, guru cukup menyediakan lembar kerja (LKS) untuk
dikerjakan secara kelompok, memantau kerjasama kelompok, mengarahkan diskusi,
memberikan bimbingan kepada kelompok yang memerlukan dan validasi hasil
kerja kelompok.
II. MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING TYPE STAD, TGT DAN JIGSAW II
Telah dikenal sedikitnya ada 29 tipe model CL, ada Role Playing, Problem Based Intruction (PBI), Course Review Horay (Bingo), Mind Mapping, Student Teams Achievement Divisions (STAD), Team Game Tournament (TGT), Jigsaw II, dan lainnya, Dalam makalah ini yang akan dibahas hanya tiga tipe model CL terakhir tersebut.
A.
Model pembelajaran CL tipe STAD
Menurut Robert E Slavin dan kawan-kawan , model CL tipe STAD terdiri dari 5 komponen (fase) , yakni :
1. Presentasi Kelas (Class presentation)
2. Pembentukan tim (Teams)
3. Kuis Individu (Individual Quizzes)
4. Perubahan skor individu (Individual improvement score)
5. Pengakuan tim (Team recognition)
Model ini sangat cocok untuk menyajikan materi
pembelajaran terstruktur, yang terdiri dari beberapa bagian dan saling
berhubungan antar bagian-nya. Misalnya seorang guru akan menyajikan pokok
materi/ bahasan yang tertruktur terdiri atas 4 sub pokok materi/ bahasan A, B,
C dan D. Artinya, sebelum dapat mempelajari sub B, siswa harus menguasai sub A,
sebelum mempelajari sub c, siswa harus sudah menguasai sub A dan sub B, demikian
seterusnya untuk sub D.
Langkah-langkah :
Fase 1 : Guru presentasi di depan kelas, menyampaikan tujuan pembelajaran
dan memberikan informasi tentang materi yang akan dipelajari, misalnya konsep,
materi secara garis besar dan prosedur kegiatan (eksperimen).
Guru juga perlu menjelaskan tata cara
kerjasama dalam kelompok, terutama kepada kelompok atau kelas yang belum
terbiasa menjalankan model CL.
Fase 2 : Guru membentuk kelompok,
berdasarkan kemampuan (prestasi sebelumnya), jenis kelamin, ras dan etnik.
Jumlah anggota tiap kelompok antara 3-5 orang siswa
Fase 3 : Bekerja dalam kelompok, Siswa
belajar bersama, diskusi, menjawab soal atau mengerjakan eksperimen sesuai LKS
yang diberikan guru
Fase 4 : Scafolding. Guru melakukan
bimbingan kepada kelompok atau kelas
Fase 5 : Validation. Guru
mengadakan validasi hasil kerja kelompok dan memberikan kesimpulan hasil tugas
kelompok
Fase 6 : Quizzes. Guru mengadakan kuis secara individual. Hasil nilai yang diperoleh tiap
anggota, dikumpulkan, kemudian dirata-rata dalam kelompok, untuk menentukan
predikat kelompok. Dalam menjawab quiz, anggota tidak boleh saling membantu.
Perubahan skor awal (base score) individu dengan skor hasil quiz disebut skor perkembangan.
Penghitungan skor perkembangan sebagai berikut :
Tabel 1 : Nilai Penghargaan Kelompok (Penghitungan skor
Perkembangan)
NO
|
SKOR TES
|
NILAI PERKEMBANGAN
|
1.
|
Lebih dari 20
poin di atas skor awal
|
30
|
2
|
Sama atau hingga 10 poin di atas skor awal
|
20
|
3
|
Sepuluh hingga satu poin di bawah skor
awal
|
10
|
4
|
Lebih dari 10
poin di bawah skor awal
|
5
|
Fase 7 : Penghargaan kelompok
: Berdasarkan skor penghitungan yang diperoleh anggota, dirata-rata. Hasilnya
untuk menentu-kan predikat tim (lihat Tabel 2)
Tabel 2 : Perolehan Skor dan Predikat Tim Tipe STAD
dan Jigsaw
NO
|
PREDIKAT TIM
|
RATA-RATA SKOR
|
1
|
Super Team
|
25 - 30
|
2
|
Great Team
|
20 - 24
|
3
|
Good team
|
15 - 19
|
:
Fase 8 :
Evaluasi oleh guru
Selamat mencoba !
1.
Persiapan
: Lembar Kerja Siswa (LKS)
2. Persiapan Lembar Pertanyaan Quiz dan lembar jawab.
3. Sediakan Tabel nilai Konversi perubahan skor awal dengan skor hasil
kuis individu
4. Sediakan tanda penghargaan/ sertifikat sederhana
5. Validasi kelas, bimbingan terhadap kelompok dan individu
B. Model pembelajaran CL tipe
Jigsaw II :
Model CL tipe Jigsaw II
ini dikenal juga Kelompok Ahli. Model ini dapat diterapkan pada materi
pembelajaran yang tak berstruktur (tidak saling berhubungan antar sub-sub
materi).
Prosedur pelaksanaan Jigsaw mirip dengan STAD, cara
menentukan skor individu dalam kelompok (nilai perkembangan) dan kriteria
penghargaan kelompok sama dengan tipe STAD.
Menurut Slavin (1998), tipe
Jigsaw terdiri 5 fase. Pembagian kelompok berdasarkan kriteria prestasi
individu (dari ulangan sebelumnya atau
pretest), gender, etnik dan ras. Tiap kelompok beranggotakan 2 – 4
orang. Kelompok Expert , jumlahnya disesuaikan dengan pokok bahasan
materi yang dipelajari. Contoh, suatu topik/ pokok materi terdiri 4 sub pokok
materi (pokok bahasan), maka kelompok expert jumlahnya juga 4.
Masing-masing kelompok expert
beranggotakan wakil dari sejumlah kelompok belajar siswa.
Contoh : Suatu kelas terdiri
dari 40 siswa, maka dapat dibentuk menjadi 10 kelompok (Kelompok 1, 2, 3 ……10).
Tiap kelompok terdiri 4 orang siswa. Setelah kelompok belajar terbentuk, guru
membagikan LKS untuk dipela-jari bersama. Pada kegiatan ini, oleh Slavin
disebut Fase 1 (Reading). Selanjutnya,
anggota masing-masing kelompok tersebut berunding mem-bagi tugas untuk masuk ke kelompok
expert. Misalnya, pokok materi ter-diri dari 4 sub pokok
materi/ bahasan, maka dapat dibentuk sejumlah 4 kelompok expert (Expert A, B,
C, D). Kemudian kelompok belajar tersebut berunding untuk menentukan satu orang
siswa sebagai wakil dari kelom-pok belajar bergabung ke tiap kelompok expert A,
B, C dan D, sesuai hasil perundingan. Jadi dalam kelompok expert masing-masing
beranggotakan 10 orang siswa. Fase 2 (Expert Group Discussions) : Di
dalam kelompok expert, siswa berdiskusi membahas dan memecahkan masalah atau
soal yang terdapat dalam LKS. Setelah diskusi kelompok expert selesai, semua
anggota kelompok expert kembali ke kelompok belajar semula. Fase 3 (Team
reports) : Siswa yang ditunjuk sebagai wakil kelompok belajar di
kelompok expert menjelaskan kepada teman-temannya se kelompok. Demikian juga
teman dari expert yang lain menjelaskan kepada teman- teman sekelompok tentang
apa yang dibahas dan dikerjakan selama di dalam kelompok expert. Pada saat
diskusi expert inilah, guru dapat mem-berikan bimbingan, validasi materi dan
jawaban siswa dari masing-masing expert. Fase berikutnya Fase 4 (Assessment)
: Guru mengadakan kuis yang harus dikerjakan oleh siswa secara individual.
Hasilnya berupa nilai individu anggota kelompok. Fase 5 (Team recognition)
: Guru bersama siswa menghitung
perubahan nilai awal (base score) siswa dengan nilai hasil
kuis secara individual menggunakan Tabel 1 (lihat Tabel Nilai Peng-hargaan
Kelompok STAD dan Jigsaw). Kemudian nilai semua siswa ang-gota masing-masing
kelompok dijumlahkan dan dirata-rata, maka akan diperoleh nilai antara 5 –
30 sebagai nilai kelompok. Untuk menentukan predikat kelompok,
gunakan Tabel 2 Penghargaan Kelompok,
caranya sama seperti penghargaan kelompok pada model tipe STAD.
Persiapan Guru :
1.
Menyiapkan
bacaan (LKS)
2.
Kalau
kegiatan expert berupa praktik atau demonstrasi, maka guru menyiapkan alat/ bahan
3.
Menyiapkan
instrumen untuk kuis
4.
Menyiapkan
tabel nilai pengamatan psikomotor dan sikap.
5.
Menyiapkan
tabel rekapitulasi nilai individu dikonversi ke nilai penghar-gaan kelompok
(lihat lampiran)
6.
Menyiapkan
tabel rekapitulasi rerata nilai kelompok
7.
Menyediakan
tanda penghargaan/ sertifikat untuk kelompok
Silahkan mencoba, semoga sukses !
C. Model Pembelajaran CL Tipe TGT
Model pembelajaran kooperatif melalui suatu turnamen, lebih banyak dipilih
karena waktu relatif lebih singkat dan cara melakukannya relatif lebin mudah
dibanding STAD dan Jigsaw. Untuk kelas-kelas di Indonesia, fase-fase TGT
dikembangkan dari empat menjadi delapan, sebagai berikut :
Fase 1 : Penjelasan guru (Teacher
presentation).
Pada fase ini, guru menyampaikan tujuan pembelajaran,
pokok materi dan penjelasan singkat tentang LKS yang dibagikan kepada
kelom-pok.
Fase 2 : Pembagian kelompok
Guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok berdasarkan
krite-ria kemampuan (prestasi) siswa dari pretest atau ulangan harian
sebelumnya, jenis kelamin (gender), etnik dan ras. Tiap kelompok
beranggotakan 2 – 4 orang (Slavin,
1998). Jumlah anggota kelom-pok dapat juga dikembangkan menjadi 5 orang.
Fase 3 : Kerja kelompok (Team study)
Setelah menerima LKS dari guru, siswa bekerjasama dalam
kelom-pok masing-masing, diskusi, praktikum atau menjawab soal-soal pada LKS.
Fase 4 : Bimbingan kelompok/
kelas (Scafolding)
Guru membimbing kerja kelompok, mengamati psikomotorik
dan sikap siswa secara individual dalam kerja kelompok
Fase 5 : Tournament (Quizzes)
Guru membagikan lembar soal tournament (quizzes). Jumlah
soal turnamen antara 10 – 20 butir soal. Aturan main tournamen model TGT adalah
sebagai berikut :
1. Setiap kelompok menentukan salah satu anggota sebagai Reader
(pembaca soal kuis turnamen) pertama dan
pembaca kunci jawaban. Pembaca soal ke dua, ke tiga dan seterusnya digilir
berurutan searah dengan putaran jarum jam. Pembaca kunci jawaban adalah siswa
yang posisi duduknya di sebelah kanan reader.
2. Kesempatan pertama menjawab soal kuis turnamen diberikan kepada
reader, selanjutnya giliran menjawab bagi anggota kelom-pok yang lain searah
putaran jarum jam.
3. Jika semua anggota kelompok
menjawab benar, siswa yang memperoleh
point adalah siswa pertama yang menjawab benar.
4. Turnamen berlanjut, sampai semua soal sudah dibacakan. Kemu-dian
perolehan skor masing-masing anggota dihitung berdasarkan jumlah jawaban benar
sekaligus untuk perhitungan skor kelompok
Fase 6 : Validation
Guru melakukan validasi, penjelasan tentang soal dan
kunci jawaban kuis. Tujuannya adalah memperkuat pemahaman siswa terhadap materi
pem-belajaran.
Fase 7 : Penghargaan kelompok (Team
recognition)
Setelah diperoleh skor tiap anggota pada masing-masing
kelompok, kemudian diadakan rekapitulasi nilai dan ditentukan skor kelompok
menggunakan Tabel 3 ( Penghitungan skor kelompok) di bawah ini :
Skor kelompok pada model TGT minimal 190 dan skor maksimal 210
(untuk pemain 5orang).
Tabel 3 : Penghitungan Skor Kelompok
Jumlah
Anggota
|
Penghitungan skor kelompok
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2
|
60 40
20 40
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
3
|
60
50 60 40
40
50 30 40
20
20 30 40
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
4
|
60 50 60
60 50 60
40 50
40 50 40
40 50 30
40 50
30 30 40
30 50 30
40 30
20 20 20
30 20 30
40 30
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
5
|
|
Untuk menentukan penghargaan kelompok,
menggunakan Tabel 4 berdasarkan skor rata-rata kelompok.
Tabel 4 : Skor Penghargaan Kelompok Tipe TGT
NO
|
PEROLEHAN SKOR
RATA-RATA
|
PREDIKAT
|
1
|
45 atau lebih
|
Super Team
|
2
|
40 – 44
|
Great Team
|
3
|
30 - 39
|
Good Team
|
Fase 8 : Evaluasi oleh guru
PERSIAPAN GURU :
- Lembar Kerja Siswa (LKS)
- Lembar Soal Kuis (atau berupa kartu soal)
- Lembar kunci jawaban
- Lembar format rekap skor individu
- Lembar format rekap skor kelompok
- Alat dan bahan praktik (jika ada kegiatan eksperimen/ demonstrasi)
SELAMAT MENCOBA, SEMOGA BERHASIL !
III. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan :
1. Model-model Cooperative Learning dapat meningkatkan aktivitas siswa
dalam proses pembelajaran
2. Model-model Cooperative Learning dapat berjalan efektif, apabila
guru mampu membuat perencanaan pembelajaran yang baik, meliputi persiap an
bahan ajar, skenario kegiatan pembelajaran dan pengaturan kelompok secara
konsekuen.
3. Penentuan tipe model Cooperative Learning yang efektif harus
disesuai-kan dengan struktur materi pembelajaran/ pokok bahasan
B. Saran :
1. Siswa perlu dikondisikan belajar mandiri secara kelompok melalui
kerja-sama
2. Perlu dilakukan suatu penelitian tindakan kelas (action research)
tentang pengaruh tipe model pembelajaran cooperative learning terhadap
peningkatan prestasi belajar siswa
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Pendidikan Menengah Umum, 2002, Pendekatan Kontekstual
(Contexrual Teaching and Learning (CTL), Dit.PLP, Ditjen Dikdasmen, Jakarta
Dryden, Gordon & Vos, Jeannette, 2003, The Learning
Revolution (Terjemahan) Cetakan VII, Penerbit Kaifa, Bandung
Meier, Dave, 2003, The Accelerated Learning (Terjemahan),
Kaifa, Bandung
Nasution S, 2000, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar
Mengajar, Cetakan ke tujuh, PT Bumi Aksara, Bandung
SEAMEO-RECSAM, 2003, Model-model Cooperative Learning (Hand-out)
Sosialisasi Hasil-hasil Pelatihan Guru Matematika dan IPA SMA di RECSAM,
Malaysia
Slavin, Robert E, 1995, Cooperative Learning Theory, Research
and Practise, Allyn & Bacon A simon & Schuster Company, Second Edition,
Singapore
Zamroni, 2003, Pendidikan untuk
Demokrasi, Bigraf Publishing, Yogyakarta
---==ph==---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar